GDC, Planetdepok.com – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, meminta para pengembang perumahan, hotel, dan apartemen, untuk segera menyerahkan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) ke Pemkot Depok.
Kebijakan itu, bertujuan untuk memastikan fasilitas tersebut, dapat dikelola dan dirawat dengan baik oleh pemerintah, sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Penyerahan fasum dan fasos oleh pengembang kepada Pemkot Depok, diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan,” ujar Kepala BPN Kota Depok Indra Gunawan, dalam siaran pers, Selasa (20/8/2024).
Salah satunya adalah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah.
Dalam peraturan tersebut, paparnya, disebutkan pengembang wajib menyerahkan prasarana , sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman, kepada pemerintah daerah paling lambat satu tahun setelah masa pemeliharaan.
Selain itu, tambah Indra, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, juga mengatur kewajiban pengembang untuk menyerahkan fasum dan fasos kepada pemerintah kabupaten/kota.
“Penyerahan ini, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tekannya.
Kebijakan tersebut, imbuhnya, diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2013.
Peraturan itu, mengatur tentang penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman, oleh pengembang di Kota Depok.
“Selanjutnya fasum dan fasos yang diserahkan ke Pemda, nantinya akan diinventarisasi sebagai aset barang milik daerah (BMD) melalui PTSL, yang bertujuan untuk mempercepat proses sertifikasi tanah di seluruh wilayah Indonesia,” paparnya.
Dengan demikian, sambung Indra, tujuan PTSL untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemilik tanah.
Ia mengemukakan, dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat mendapatkan jaminan kepastian hukum mengenai subjek, objek, dan hak atas tanah.
PTSL, terangnya, juga sebagai upaya mengurangi risiko sengketa tanah dan memberikan rasa aman bagi pemilik tanah.
“Dan meningkatkan penerimaan negara dari pajak, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),” tandasnya.
Sertifikasi tanah, ulasnya, juga memudahkan dalam penetapan dan pembayaran pajak, serta mendukung pembaruan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
“Termasuk, mendorong investasi di daerah yang memiliki kepastian hukum atas tanah,” tutup Indra Gunawan. *iki