hukrim  

Kuasa Hukum Pemohon Praperadilan Optimis Hakim Kabulkan Permohonan

Tim kuasa hukum termohon Bayu Saputra Muslimin (kiri) bersama rekannya memberikan keterangan kepada wartawan usai sidang (foto: Riki)

GDC, Planetdepok.com – Pengadilan Negeri (PN) Depok, menggelar sidang lanjutan Praperadilan SP3 Polres Depok terkait kasus penggelapan yang diduga dilakukan Terlapor AB, dengan menghadirkan saksi-saksi dan ahli pidana, di ruang sidang PN Depok, Jumat (25/10/2024).

Dalam sidang yang di ketuai hakim tunggal Mathilda Chrystina Katarina dengan Panitera Syahrul Ramadhan, pemohon Isyam Satrio melalui tim kuasa hukumnya dari Firma Hukum Randy & Rekan, menghadirkan 4 orang saksi dan 1 ahli hukum pidana Anis Rifai Dosen Universitas Al – Azhar Indonesia, spesialisasi hukum pidana korporasi.

Sementara pihak Termohon Praperadilan tersebut yakni, Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Cq Kepala Kepolisian Metropolitan Depok Cq Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok, tidak menghadirkan saksi dan ahli sama sekali.

Akan tetapi, tim kuasa hukum pemohon dan termohon, saling bergantian mengajukan pertanyaan atau meminta keterangan dari 4 orang saksi dan 1 ahli pidana yang hadir.

Masing-masing pihak Pemohon dan Termohon dalam sidang praperadilan tersebut, juga memberikan bukti-bukti kepada Hakim.

Tim kuasa hukum termohon Bayu Saputra Muslimin usia persidangan menyampaikan, bukti surat-surat yang ia hadirkan termasuk akta otentik yang mendukung laporannya, serta bukti-bukti kepemilikan dan pembelian objek perkara, 3 sepeda satu jam tangan, sudah diajukan ke hadapan majelis.

“Para saksi mengakui pernah melihat bukti itu, terutama saksi Turman pernah melihat sepeda trek dan Brampton, berada di kediaman terlapor AB,” terangnya.

Ia juga menghadirkan 4 orang saksi yang tahu fakta peristiwa, dasar dari kepemilikan para pihak terutama surat kesepakatan itu. Kemudian, dituangkan dalam akta notaris kesepakatan.

Baca Juga:  SP3 Tidak Sah, Hakim Perintahkan Penyidikan Kembali di Buka

“Jadi dasar pelaporan itu, karena sudah ada pembagian harta waris dalam akta notaris,” unggahnya.

Sehingga, kekuatan pembuktiannya berupa akta notaris sangat kuat dan sempurna. Berdasarkan keterangan ahli, dikualifikasikan sebagai alat bukti yang sah dan kuat.

“Dari keterangan ahli tadi, dalam setiap perkara yang dari tingkat penyelidikan naik ke penyidikan, sesungguhnya perkara tersebut telah memenuhi dua alat bukti yang sah, sehingga penyidik yakin meningkatkan perkara tersebut,” papar Bayu.

Ia pun menekankan, metode gelar perkara yang harusnya ketika ada pengaduan masyarakat terutama pihak yang berperkara, dalam hal ini pemohon Isyam mengajukan pengaduan ke Kapolri, mestinya model gelar perkara yang harusnya dilakukan penyidik adalah, gelar perkara khusus bukan gelar perkara biasa.

“Konsekwensinya, jadi berdampak pada produk hukum yamg dikeluarkan oleh penyidik,” tandasnya.

Bayu menegaskan, semestinya dengan adanya gelar perkara biasa itu, hasilnya pun tidak punya kekuatan hukum yang mengikat. Artinya, tidak sah karena metode gelar perkaranya keliru.

“Harusnya gelar perkara khusus, sebagaimana diatur dalam peraturan Papolri No 6/2019 tentang manajemen penyidikan tindak pidana,” imbuhnya.

Penyidik, tandasnya, harusnya tunduk dan patuh terhadap peraturannya sendiri.

Jika penyidik tidak tunduk atas peraturannya sendiri, siapa yang akan patuhi aturan Kapolri kalau bukan penyidik itu sendiri.

Sehingga, tambahnya, menurut hemat ahli, setiap perkara yang di dalamnya ada pengaduan masyarakat terkait penanganannya, maka metode gelar perkara yang dilakukan penyidik adalah gelar perkara khusus, itu clear.

Baca Juga:  Pemohon Harapkan PN Depok Batalkan SP3 Polrestro Depok Dugaan Penggelapan

Ia mengatakan, dengan adanya kurang lebih 10 saksi, surat kurang lebih 70 yang diajukan pemohon dalam perkara tersebut, dan ada keterangan ahli pidana Dr. Anis Rifai yang menyatakan perkara yang dilaporkan pemohon, murni adalah tindak pidana penggelapan yang tertaut dengan pasal 372 KUHP.

Dalam penjelasan ahli, sambungnya, dalam hal terlapor terbukti melakukan tidak pidana atau minimal ada dua alat bukti yang sah, untuk menaikkan statusnya dari terlapor menjadi tersangka, mestinya penyidik juga harusnya meningkatkan status terlapor sebagai tersangka, bukan keluarkan SP3.

Bayu mengungkapkan, pernah dilakukan pertemuan pada bulan Juli 2023 yang dihadiri Isyam sebagai pelapor, Eka sebagai saksi dan Bayu sebagai kuasa hukum, para ahli waris Hardian dan terlapor AB beserta keluarganya.

“Dalam pertemuan itu, Isyam mau menyerahkan apa yang menjadi hak terlapor AB,” tegas Bayu.

Namun, AB menolak dengan alasan akan cek rekening Alm Supriyatno. Pasalnya, status rek adalah rek orang yang meninggal, maka statusnya adalah status quo, akhirnya penyerahan di tunda.

Pada September 2023, ulas Bayu, kembali dilakukan pertemuan dengan tujuan semua pihak saling menyerahkan hak masing-masing.

Pemohon Isyam saat itu, tukasnya, dihadapannya selalu kuasa hukum yang hadir sudah serahkan sertifikat ke AB, tapi AB menolak menerimanya.

“Karena, AB bilang akan melakukan gugatan pembatalan akta 13 dan akta 14, tapi sampai detik ini tidak dilaksanakan gugatan pembatalannya,” ceplosnya.

Baca Juga:  Pemohon Harapkan PN Depok Batalkan SP3 Polrestro Depok Dugaan Penggelapan

Kalaupun dilaksanakan, tandasnya, putusannya akan di tolak PN Depok. Putusannya yakni, menerima eksepsi pihak tergugat Isyam dan PN Depok tidak berwenang mengadili.

“Karena gugatannya, memang perbuatan melawan hukum tapi isinya tentang pembagian warisan,” sebutnya.

Isyam pada pertemuan juli, kata Bayu, meminta haknya 4 objek perkara tapi AB tidak memberikan.

Pada pertemuan bulan September 2023, lanjutnya, Isyam meminta lagi tapi terlapor AB tetap tidak memberikan.

Pada bulan Oktober, Isyam melakukan somasi terhadap AB sebanyak dua kali, untuk meminta 4 objek itu.

Namun sampai sidang praperadilan, 4 objek itu belum diserahkan AB ke pemohon Isyam.

“Sehingga menurut hemat kami dan keterangan ahli, Penyidik harusnya meningkatkan terlapor AB menjadi tersangka, bukan malah mengeluarkan SP3,” tegas Bayu.

Menurutnya juga, Hakim berwenang mengadili perkara tersebut, lantaran praperadilan itu, terkait dengan sah atau tidaknya SP3. Itu dikatakan ahli pidana, yang hadir dalam sidang.

“Apakah hakim akan menerima permohonan ? mestinya dari bukti-bukti yang kami ajukan mulai dari saksi, surat, dan ahli, itu sangat membuktikan secara konkrit, terang benderang, jelas bahwa perbuatan AB, dapat dikualifikasikan menjadi tindak pidana sebagaimana pasal 372 KUHP,” tutupnya. *iki

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: planetdepok.com@gmail.com Terima kasih.