Tangerang, Planetdepok.com – Kabar tentang mundurnya Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi, mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Salah satunya, dari Kepala Litbang dan Diklat DPP SWI Imam Suwandi, S.Sos.,M.I.Kom.
Ia mengatakan, Hasan mengaku sudah mengajukan pengunduran diri sejak 21 April 2025. Surat itu dikirimkan ke Presiden Prabowo Subianto, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
“Pengunduran diri ini dapat dilihat sebagai bentuk tanggung jawab, atas pernyataan kontroversial yang telah menimbulkan kegaduhan dan merusak citra pemerintah,” tukas Imam, dalam keterangan tertulis, Rabu (30/4/2025).
Pengamat Sosial dan Politik ini juga menyebut, sebagai pejabat publik yang memiliki peran penting dalam komunikasi kepresidenan, Hasan Nasbi seharusnya lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat, terutama terkait isu sensitif seperti kebebasan pers dan ancaman terhadap media.
Imam mengemukakan, mundurnya Hasan Nasbi juga bisa merupakan respons terhadap desakan publik yang kuat. Kritikan tajam dari berbagai pihak, termasuk media yang menjadi korban teror, kemungkinan menjadi pertimbangan bagi Hasan Nasbi untuk mengundurkan diri.
“Kasus ini, menjadi catatan penting terkait kinerja komunikasi pemerintah. Pernyataan seorang pejabat tinggi negara yang meremehkan ancaman terhadap pers, menunjukkan adanya persoalan dalam pemahaman dan penyikapan terhadap isu kebebasan pers di lingkungan pemerintah,” ungkapnya.
Mundurnya Hasan Nasbi dari kabinet Merah Putih besutan Presiden Prabowo itu, ia harapkan dapat menjadi momentum untuk evaluasi dan perbaikan dalam strategi komunikasi pemerintah ke depan.
Ia menerangkan, Komentar Hasan Nasbi dan respons lambat dari pemerintah dalam menyikapi teror terhadap Tempo, berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah, dalam menjamin kebebasan pers dan keamanan jurnalis.
Imam menyimpulkan, mundurnya Hasan Nasbi dari Kepala PCO perlu dilihat sebagai konsekuensi logis dari pernyataannya yang kontroversial, terkait teror terhadap Tempo.
“Sikap meremehkan ancaman terhadap pers adalah tindakan yang tidak dapat diterima, terutama dari seorang pejabat yang memiliki tanggung jawab dalam komunikasi pemerintah,” tegasnya.
Langkah itu, tukasnya, menjadi pelajaran penting bagi para pejabat publik lainnya, untuk lebih berhati-hati dan sensitif dalam menyampaikan pendapat, serta menunjukkan komitmen yang kuat terhadap kebebasan pers dan perlindungan jurnalis.
“Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi menyeluruh, terhadap sistem komunikasi publiknya agar insiden serupa tidak terulang kembali,” seru Imam.
Sebelumnya beberapa waktu lalu, Hasan Nasbi memberikan pernyataan kontroversial terkait aksi teror kepala babi dan tikus, yang diterima redaksi Tempo.
Alih-alih mengecam tindakan intimidasi tersebut, Hasan justru meremehkannya. Ia berpendapat, teror tersebut tidak perlu dibesar-besarkan dan bahkan menyarankan agar kepala babi itu dimasak saja.
Pernyataan tersebut, menuai kritik keras dari berbagai pihak, termasuk kalangan jurnalis, organisasi pers dan masyarakat sipil.
Mereka menilai komentar Hasan Nasbi tidak sensitif, merendahkan kebebasan pers dan berpotensi melegitimasi tindakan kekerasan terhadap media. (iki)