Margonda, Planetdepok.com – Penerbitan sertifikat baru, terkadang menjadi pintu masuk kejahatan dalam bidang pertanahan. Modus seperti itu, sudah beberapa kali terjadi dan terdeteksi oleh Kantor Pertanahan Kota Depok khususnya Kementerian ATR/BPN.
Penegasan itu, disampaikan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok Indra Gunawan, saat menjadi pembicara dalam sosialisasi implementasi Kantor Elektronik, dengan melibatkan seluruh PPAT dan PPATS se-Kota Depok, di The Hotel Margo, Rabu (26/6/2024).
“Beberapa kasus dengan modus baru, salah satunya dengan menggadaikan sertifikat. Lalu beralasan hilang, dan meminta sertifikat pengganti,” ungkapnya.
Setelah 10 tahun berikutnya, paparnya, terungkap bahwa sertifikat tersebut digadaikan, sehingga muncul sengketa dan menjadi perkara di ranah pengadilan.
Fakta ini, lanjut Indra, muncul disebabkan banyak faktor, salah satunya tidak tercatat dengan rapi dalam data base elektronik. Masyarakat dan pihak terkait, tidak bisa memantau langsung posisi tanah yang dimiliki.
Kondisi itu, bebernya, diperparah dengan perilaku oknum mafia tanah, yang mampu memainkan pola kejahatan dengan risiko-risiko tinggi.
“Sehingga, memunculkan korban terutama masyarakat pemegang hak atas tanah, lantaran awam dan minim pengetahuan,” lontarnya.
Hal-hal demikianlah, kata Indra Gunawan, yang menjadi alasan atau landasan setiap Kantor Pertanahan Kota Depok merealisasikan pelayanan elektronik.
Tujuannya, sambungnya, tentu menciptakan pelayanan cepat, akurat, dan meminimalisir kejahatan pertanahan, termasuk sengketa konflik pertanahan di berbagai daerah.
“Kantor Pertanahan Kota Depok, menyadari sekali bahwa perubahan kultur perlu penyesuaian secara bertahap. Perlu sosialisasi, perlu edukasi yang masif. Tapi yakinlah, langkah pemerintah ini telah dipikirkan secara matang baik dari dampak dan manfaatnya,” jelasnya.
Selain pelayanan digital, tambahnya, ke depan kemungkinan pihak notaris, PPAT termasuk stakeholder terkait akan dituntut untuk mampu menyesuaikan perubahan di era digital.
“Contoh saja, penggunaan materai digital. Sekarang belum terjadi. Tapi yakinlah, ini sebuah keniscayaan yang tidak terelakan. Kita yang harus menyesuaikan, bukan zaman yang menyesuaikan dengan kemampuan kita,” tutur Indra.
Konsep pelayanan elektronik ini pun, ungkapnya, tidak lepas dari tuntutan masyarakat yang menginginkan pelayanan yang serba menyesuaikan digital.
Alasannya, rentang waktu yang relatif cepat, situasi serta kondisi. Jelas saja, kondisi itu, tukasnya, mendesak Kantor Pertanahan tak terkecuali PPAT dan notaris, bekerja secara bijak menyesuaikan arah kebijakan yang berlaku.
Apalagi, sambung Indra Gunawan, Kantor Pertanahan Kota Depok kini menjadi kantor pelayanan prioritas, yang telah di-launching oleh Menteri ATR BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Bandung beberapa pekan lalu.
“Total ada 11 Kantor Pertanahan di Jawa Barat, yang telah dideklarasikan menjadi kantor elektronik termasuk Kantor Pertanahan Kota Depok, yang sedang merealisasikan program Kota Lengkap,” urainya.
Lalu apa manfaatnya? manfaatnya semua tercatat, terdeteksi dalam data base, dari sejak pendaftaran tanah, baik fisik maupun data yuridis.
Maka, tekan Indra, masyarakat Kota Depok tidak perlu ragu lagi, dengan penerapan pelayanan elektronik yang akan menjadi kebiasaan baru.
Di sela-sela pemaparannya, Indra pun bercerita tentang kedatangan Menteri AHY ke Kecamatan Tapos belum lama ini.
“Pak Menteri melihat langsung kami bekerja di lapangan, Pak menteri ingin memastikan, bahwa hal terkecil dari pemasangan patok dan pemotretan udara dilakukan dengan benar dan dapat dipahami oleh masyarakat,” terangnya.
Kabar baiknya, dari 11 kecamatan di Kota Depok, 30 kelurahan sudah dilakukan pemotretan udara, di antaranya Kecamatan Tapos dan Cipayung yang sudah keseluruhan selesai.
Bidang-bidang tanah yang belum duduk dalam data base, saat ini tengah dikerjakan, disempurnakan.
“Semua masih berjalan, kalau sudah menjadi kota lengkap, maka pelayanan harusnya tidak ada lagi hambatan, itu menjadi garansi dan sudah ditunggu publik,” tegas Indra.
Ia mengemukakan, kalau saat ini dilakukan secara serentak. Maka jelas saja, effortnya luar biasa tinggi. Pekerjaannya bertambah, tanggung jawab bertambah, sementara pendapatan harus diselaraskan.
“Karena ini tugas negara, ya harus kita jalankan sesuai dengan koridor dan ketentuan berlaku,” ucapnya.
Sebelum menutup penjelasannya, Indra kembali meyakinkan para notaris, PPAT se-Kota Depok bahwa adanya perubahan kultur tersebut bukan hambatan hanya penyesuaian.
PPAT dan notaris, pintanya, harus pula menjelaskan perubahan yang terjadi. Perubahan yang paling terkecil sekalipun harus dijelaskan.
Misal saja, lanjutnya, kalau dulu sertifikatnya warna hijau dan berlembar-lembar, kini hanya menerima satu lembar saja berwarna putih.
“Stok yang hijau mungkin sisanya tinggal seribu, karena kita sudah melayani digital dengan nomor seri yang telah teregistrasi karena adanya pelayanan secara elektronik,” jelasnya.
Sekarang menumpuk permintaan validasi, terkait perubahan yang terjadi dari pelayanan manual ke elektronik.
“Kami mengerti sekali kondisi yang terjadi pada rekan-rekan PPAT, notaris. Kami berjanji akan melakukan akselerasi secepat mungkin dalam transisi ini,” katanya.
Hal tersebut, tegas Indra, sejalan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Penerbitan Dokumen Elektronik Dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah. Termasuk, Petunjuk Teknis No. 3 Tahun 2024, Tata Cara Penerbitan Sertifikat Elektronik.
Serta dilandaskan pada Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 285/SK-OT.01/III/2024 Tentang Penunjukan Kantor Pertanahan Prioritas dalam Program Kabupaten/Kota Lengkap Penerbitan Dokumen Elektronik dan Wilayah Bebas dari Korupsi Tahun 2024. *iki