DEPOK, planetdepok.com – Guna mewujudkan Depok Kota Layak Anak (KLA), Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, menggelar Forum Grup Diskusi (FGD) Media Ramah Anak. Sedikitnya puluhan Wartawan mengikuti diskusi yang berlangsung di Wisma Hijau Cimanggis Kota Depok, Rabu, (7/8/2019).
Selaku nara sumber pada kegiatan tersebut, Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Drs. Dermawan dan Ketua Kompetensi PWI Pusat Drs. Kamsul Hasan. Tampak turut hadir di acara tersebut, Ketua Forward Tuhari, Riki Sekretaris PPWI Depok, Herry Budiman Ketua Sekber Wartawan Depok dan Maulana Said Ketua DMC. Selaku moderator dalam acara tersebut adalah Rita Nurlita dari Pranata Humas Diskominfo Kota Depok dengan tema “Peran Media Massa Dalam Perlindungan Anak”.
Dalam paparannya, Dermawan menyampaikan, anak adalah amanah dari Allah SWT, makanya harus ada perlindungan anak, lantaran banyak orang tua yang menyembunyikan sesuatu mengenai anaknya.
Dia juga meminta kepada para media massa, baik cetak, online dan televisi, dalam pemberitaan anak berhadapan dengan hukum, pemuatannya harus sesuai kode etik. “Karena jejak digital tidak bisa di hapus”, ujar Dermawan.
Sedangkan Nara sumber Kamsul Hasan dari Ketua Kompetensi Wartawan PWI Pusat lebih menekankan paparan mengenai Pasal 28 UUD 1946, Pedoman Pemberitaan Media Siber dan pembatasnya, serta dasar hukum bagi yang melanggar pemberitaan yang memuat anak berhadapan dengan hukum.
Sebagai salah satu tim perumus PPRA Kamsul menjelaskan poin-poin penting dalam UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan PPPA, agar para Jurnalis dalam membuat berita selain memperhatikan unsur 5W 1H, diperhatikan juga unsur dari UU tersebut, pasalnya dalam pemberitaan anak dalam berhadapan hukum, penulis berita bisa bersinggungan pada UU tersebut.
Guna menghindari delik hukum bila sudah terlanjur dimuat, Kamsul menyarankan pada media tersebut agar melakukan itikad baik dengan melakukan editing ulang secepatnya, pasalnya jika tidak ada tikad baik, berita tersebut menjadi alat bukti dan dapat di majukan ke meja hukum dengan masa kadaluwarsa hingga 12 tahun.
“Misalnya kita terlanjur, dalam berita anak berkonflik hukum disebutkan nama anak, foto anak, tempat tinggal dan sekolahnya, segera mungkin kita edit dengan menghilangkan hal-hal tersebut dan foto bisa diganti dengan illustrasi. Namun untuk kronologi kejadiannya bisa kita beritakan”, tegasnya.
Menurut Kamsul, alat bukti dalam media cetak batas waktunya (kadaluarsa) sampai satu tahun ke depan, adapun alat bukti dalam media online kadaluwarsanya bisa sampai 12 tahun ke depan, untuk itu para wartawan diharapkan agar mentaati Kode Etik Jurnalistik (KJI) dan berhati-hati dalam menyajikan pemberitaan di media massa supaya tidak terjerat kasus hukum. *cky