GDC, PLANETDEPOK.COM – Dalam Rapat Paripurna yang digelar di ruang sidang, Jumat (1/4/2022), Fraksi Gerindra DPRD Kota Depok memberikan catatan terhadap 6 Raperda Kota Depok, yang harus diselesaikan secara bersama DPRD dengan Pemkot Depok.
Pertama, di Raperda Penyertaan Modal dalam Bentuk Barang kepada PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda), adalah bukti komitmen Pemkot Depok mengembangkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), dengan memberikan dukungan pembiayaan atau penyertaan modal kepada PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) selaku penyelenggara Perusahaan Daerah Air sebesar 519 milyar lebih.
Komitmen itu, harus diiringi dengan Kewajiban PDAM dengan memberikan pelayanan air bersih kepada seluruh lapisan masyarakat secara merata dan menetapkan tarif sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat, sekaligus dapat memberikan keuntungan bagi Perusahaan dan diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Fraksi Gerindra tetap mewajibkan Pengawasan yang ketat dan baik, lantaran Dana maupun aset yang dipergunakan adalah milik masyarakat kota Depok.
Mengenai Raperda Pencabutan Perda Nomor 10/2013 tentang Pengelolaan Air Tanah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral (ESDM), dibagi antara pemerintah pusat dan daerah Provinsi, sehingga urusan pemerintahan ESDM tidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga jenis
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan air tanah pada tingkat kabupaten kota sudah tidak diperlukan lagi.
Hal tersebut menyebabkan Perda Pengelolaan air tanah harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Namun terdapat masalah yang perlu penjelasan dari pihak Pemerintah Kota Depok, pasalnya penyampaian Walikota Depok pada halaman 20 menyatakan “Raperda Kota Depok tentang Pencabutan Perda Kota Depok Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah”
Begitupun dalam surat yang disampaikan oleh Walikota Depok kepada Sekretariat mencantumkan hal yang sama, sementara dalam berkas Raperda dan EXECUTIVE SUMMARY disampaikan “Raperda Kota Depok tentang Pencabutan Perda Kota Depok Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah”.
Sehingga, Gerindra meminta penjelasan mana Perda yang akan dicabut, Apakah Perda no 10 tahun 2012 atau Perda No 10 tahun 2013 , hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan kepastian hukum dan administrasi.
Lalu, Raperda tentang Perlindungan Pohon,
Aspek Pembangunan penghijauan di daerah perkotaan, adalah bagian dari program pembagunan Nasional yang menitikberatkan
perhatian, pada umumnya keperdulian pada lingkungan khususnya kawasan yang membutuhkan ruang terbuka hijau.
Indonesia sebagai negara warga Dunia, telah berpartisipasi dalam Persetujuan Paris pada 22 April 2016 dan meratifikasinya menjadi Undang-undang No16 Tahun 2016. Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim.
Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030. Sehingga perlindungan terhadap Pohon di wilayah kota Depok menjadi penting, karena tujuan akan tercapai melalui sinergi masyarakat dan pemerintah.
Untuk Raperda Pencabutan Perda No. 5/2007 tentang Penyelenggaraan Adminduk, sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Perda No. 10/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Perda No. 5/2007 tentang penyelenggaraan Adminduk, transformasi pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil
semakin cepat, seiring dengan peradaban umat manusia saat ini telah memasuki era masyarakat informasi (Information Society),
dimana teknologi informasi telah menjadi jalan baru, untuk mencapai tujuan dan cita-cita dalam berbangsa dan bernegara.
Bahwa dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait Administrasi Kependudukan, telah memberikan pedoman dan mengatur secara teknis tata cara pelayanan administrasi kependudukan, sehingga pengaturan teknis terkait penyelenggaran administrasi kependudukan di daerah tidak diperlukan lagi.
Maka Perda yang khusus mengatur tentang teknis tata cara administrasi kependudukan, sudah tidak sesuai dan perlu dicabut, agar terjadi sinergi dan harmonisasi dengan peraturan yang berada diatasnya.
Terkait Raperda Pembinaan Jasa Konstruksi (Jakon), Bahwa dalam penyusunannya, Raperda tersebut harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi dan peraturan terkait lainnya.
Pembinaan terhadap Jasa Konstruksi harus meliputi pembinaan penyedia jasa, pengguna jasa, maupun masyarakat guna menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi serta hak dan kewajiban masing-masing dan meningkatkan
kemampuan dalam mewujudkan tertib usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan tertib pemanfaatan
hasil pekerjaan konstruksi.
Kemudian, mengenai Raperda Pembentukan Dana Cadangan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok tahun 2024, bahwa dasarnya Pembentukan dana tersebut hal yang cukup wajar, sesuai definisinya. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar, yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
Berdasarkan hal tersebut, hal Pertama yang harus diketahui adalah berapa biaya yang dibutuhkan untuk pemilihan Walikota dan Wakil walikota Depok tahun 2024, pasalnya tidak boleh keluar sebuah angka yang hanya didasarkan oleh Perkiraan, harus ada perhitungan dana yang matang, kemudian baru dilihat apakah dalam 1 (satu) tahun anggaran perhitungan dana tersebut tidak dapat dipenuhi, apabila diperhitungkan tidak bisa, baru dibuat Dana cadangan dari anggaran tahun sebelumnya.
Jadi sebelum ditentukan jumlah Dana cadangan, Pemkot harus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan DPRD Kota Depok, KPU Kota Depok, Bawaslu Kota Depok, Pihak Kepolisian dan lainnya sebagai pemangku kepentingan, untuk menentukan besaran
anggaran penyelenggaraan Pilkada Depok tahun 2024.
Lebih jauh lagi sebagai dana yang bersifat diam atau tidak dipergunakan dalam waktu singkat, dimana sumber dana ini berasal dari Masyarakat Kota Depok, ada baiknya dibahas Kembali tentang penempatan dana dalam portfolio dengan resiko rendah, karena serendah rendahnya resiko tetap lebih aman bila disimpan dan tidak dipergunakan, terlebih hal itu juga dapat menghindari penggunaan dana yang tidak semestinya.
Apapun catatan yang Fraksi Gerindra berikan, pandanglah sebagai niat baik untuk menciptakan Peraturan Daerah yang baik dan
bermanfaat secara maksimal, bagi masyarakat kota Depok. *iki