Indonesia Belum Bebas Dari Polio

Penulis: Rizky Indriasari, S.Kep., Ners

Depok, Planetdepok.com – Tatkala akselerasi pertumbuhan digitalisasi terjadi secara besar-besaran di Indonesia sampai di proyeksikan menggapai USD 315 miliar pada tahun 2030, sanggup menghubungkan wilayah 3T serta perbatasan di Indonesia, dengan pembangunan Base Transceiver Station (BTS), yang diharapkan akan rampung pada tahun 2023.

Indonesia dihadapkan pada persoalan serius terhadap pemulihan program imunisasi anak, yang terhambat akibat pandemi Covid-19 dengan data cakupan imunisasi dasar lengkap menurun signifikan sejak awal pandemic dari 84,2% (tahun 2020) menjadi 79,6% di tahun 2021 (Kemenkes RI, 2022).

Tulisan ini saya jadikan momentum sebagai evaluasi refleksi akhir tahun.

Mengutip jurnal Global Health: Science and Practice tahun 2022, dalam 2 bulan pertama pandemi virus corona (COVID-19), bukti epidemiologis menampilkan potensi besar akibat pandemi terhadap kesehatan masyarakat.

Terdapatnya pembatasan ruang serta transportasi, stigma sosial, kemiskinan, serta menjauhi perawatan ke layanan kesehatan, disinyalir sebagai hambatan dalam menjangkau layanan kesehatan saat pandemi.

Tidak hanya itu, pandemi dengan segala kendalanya pada pasokan medis, tenaga kesehatan yang tidak memadai, serta keahlian diagnostik terbatas dalam layanan COVID-19, pula telah mempengaruhi pelayanan kesehatan utama yang lain.

Kemunduran ini menyebabkan kerentanan terhadap keberlangsungan program kesehatan utama lain, seperti HIV, TB, dan malaria; kesehatan reproduksi, ibu, bayi baru lahir, anak, dan remaja; penyakit tidak menular; serta program imunisasi dasar.

Tahun 2014, Indonesia telah memiliki sertifikat bebas polio dari World Health Organization (WHO), lantaran sanggup menanggulangi penyakit yang diakibatkan oleh virus polio.

Delapan tahun berselang semenjak penetapan bebas polio, Indonesia kini dihadapkan pada penemuan kasus polio di Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang mengalami pengecilan di bagian paha dan betis, sehingga terjadi kelumpuhan di kaki kiri.

Dikabarkan anak umur 7 tahun tersebut, belum pernah dilakukan vaksinasi. Kejadian serupa juga terjadi di lokasi yang sama, dengan kasus polio di tahun 2006.

Raihan, Anggota IDAI bagian infeksi dan penyakit tropis menjelaskan, temuan kasus polio di Aceh ia ibaratkan seperti peristiwa gunung es, dalam satu temuan yang dinyatakan positif, bisa jadi ditemui 200 peristiwa serupa yang tidak ditemui ataupun tidak bergejala.

Raihan menambahkan, 90-95% pasien polio tidak menampakkan gejala, 24% diiringi gejala ringan, serta 1-2 % dengan indikasi berat.

Pandemi COVID-19 mempengaruhi upaya pelaksanaan imunisasi polio di Indonesia. Penundaan kampanye vaksinasi polio, harus dilakukan pasalnya, sebagian besar energi dan laboratorium polio dialih fungsikan terutama dalam penanggulangan pandemi.

Akibatnya, kurang lebih 80 juta anak di dunia melewatkan agenda imunisasi mereka, serta 800 ribu anak diseluruh Indonesia berisiko lebih besar tertular penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin seperti difteri, tetanus, campak, rubella dan polio (Kemenkes RI, 2022).

Kewajiban negara agar memastikan cakupan imunisasi dan kinerja surveilans yang luas, sangat berarti untuk membuat percepatan pemberantasan polio di Indonesia.

Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022, merupakan komitmen Indonesia dalam melaksnakan percepatan pemulihan Indonesia Bebas Polio serta mewujudkan Dunia Bebas Polio pada tahun 2026, perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Kesehatan anak-anak, wajib menjadi prioritas paling tinggi untuk kelangsungan masa depan Indonesia.

Memobilisasi masyarakat, berkolaborasi dengan organisasi profesi kesehatan dalam advokasi vaksin, pembelajaran, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi.

Penguatan desa serta keluarga siaga, secara aktif dari seluruh jajaran pemerintah daerah.

Berbentuk pembinaan dari tim kesehatan komunitas dan Puskesmas, untuk turun langsung ke lapangan, memantau kesehatan masyarakat di lingkungan kerjanya dan segera melakukan kunjungan rumah atau pemantauan langsung, bila mendapat laporan dari kader kesehatan di masyarakat.

Dengan kunjungan rumah diharapkan mempunyai informasi real time yang valid serta relevan, andal, dan tepat waktu pada tingkatan cakupan vaksin serta stok vaksin.

Sehingga, kendala dalam layanan serta rantai pasokan mampu dipersiapkan secara efektif dan efisien.

Pendekatan dengan menggunakan strategi surveilans berbasis masyarakat, guna meningkatkan pengawasan Acute Flaccid Paralysis (AFC).

Sejalan dengan arahan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin belum lama ini, bahwa pemberdayaan kader posyandu dengan penguatan dan pembinaan peran dan fungsi kader kesehatan dimasyarakat dalam mengidentifikasi kemungkinan masalah yang terjadi di area sekitar lingkungannya, perlu dikawal secara serius, agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh sehat dan berkembang optimal.

(Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan, Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia)

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: planetdepok.com@gmail.com Terima kasih.