Jakarta, Planetdepok.com – Ahli Pers Dewan Pers (DP) Kamsul Hasan menyebut tidak benar jika wartawan yang tidak ikut Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tidak boleh menjadi Wartawan. Hal itu ia kemukakan saat Ngopi Bareng Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Sekber Wartawan Indonesia (SWI), di Jalan Indramayu No. 117 Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (20/01/2023).
“Apakah wartawan yang tidak ikut UKW tidak boleh menjadi wartawan, itu tidak benar. Karena peraturan UKW itu bukan persyaratan UU Pers, itu adalah peraturan Dewan Pers,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, Wartawan yang tidak ikut UKW dilindungi undang – undang. Pasalnya tidak ada perintah UU ikut UKW. “Makanya dalam daftar inventaris masalah, saya katakan jika UKW mau diwajibkan, maka pasal 7 harus di bedah,” terang Kamsul yang juga sebagai Ketua Bidang Kompetensi Wartawan di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.
Penegasan tersebut ia kemukakan, untuk menjawab kesalahpahaman tentang UKW, yang berkembang di kalangan wartawan dan lingkungan lembaga Pemerintahan.
Sejumlah lembaga pemerintahan daerah di sejumlah wilayah Indonesia, baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun di tingkat Provinsi, mengeluarkan aturan hanya menjalin kerjasama dengan wartawan yang sudah lulus UKW dan berasal dari media yang sudah tersertifikasi Dewan Pers.
Dalam hal ini, UKW mengacu kepada Peraturan Dewan Pers No. 1 tahun 2010, yang diperbarui dengan Peraturan Dewan Pers No. 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan.
Saat ini, ada 30 lembaga yang telah mendapat lisensi dari Dewan Pers untuk melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di berbagai wilayah tanah air. Itu pun tidak semuanya aktif melaksanakan UKW. Padahal, menurut perkiraan Dewan Pers, jumlah media di Indonesia mencapai 47 ribu lebih, yang 43 ribu di antaranya adalah media online.
Jika rata-rata setiap media memiliki 5 wartawan, maka jumlah wartawan di Indonesia mencapai 235 ribu orang. Realitasnya, saat ini, total jumlah wartawan di seluruh Indonesia yang telah dinyatakan lulus UKW, baru sekitar 23.300 orang. “Artinya, belum sampai 10 persen dari jumlah wartawan di Indonesia yang sudah lulus UKW,” ulasnya.
Dengan kata lain, masih sangat banyak wartawan yang belum mengikuti dan belum lulus UKW, yang melaksanakan tugas-tugas jurnalistik di Indonesia. Sekali lagi, UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia.
Pertanyaannya, lanjut Kamsul, apakah para wartawan yang sudah lulus UKW menjadi jaminan bagi kualitas produk jurnalistik yang mereka hasilkan?
Secara blak-blakkan, Kamsul Hasan yang dua periode menjadi Ketua PWI Jaya, 2004-2009 dan 2009-2014, menyatakan, lulus UKW bukan jaminan. “Masih banyak wartawan yang sudah lulus UKW, tapi kualitas produk jurnalistik mereka, rendah. Sebaliknya, cukup banyak wartawan yang belum ikut UKW, tapi produk jurnalistik mereka benar-benar berkualitas,” ungkap, Sarjana Ilmu Jurnalistik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Sarjana Hukum dan Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Iblam, Jakarta.
Kamsul menduga, kebijakan sejumlah lembaga pemerintah yang menolak bekerjasama dengan wartawan yang belum UKW, semata-mata hanya karena mereka ingin membatasi jumlah wartawan yang terlibat di kegiatan mereka.
“Dari pencermatan saya, para pimpinan lembaga pemerintah yang hendak memperpanjang periode jabatannya, umumnya tidak mempermasalahkan wartawan UKW atau non-UKW,” tandasnya.
Diskusi tentang pers dengan Kamsul Hasan itu, memang bagian dari agenda DPP SWI, dalam konteks mengembangkan wawasan anggota.
“Diskusi seperti ini akan dilakukan SWI secara reguler, dengan mengundang tokoh-tokoh pers ke Kantor DPP SWI. Bersamaan dengan itu, SWI terus berproses, agar dalam waktu dekat menjadi konstituen Dewan Pers,” ungkap Sekretaris Jenderal SWI Herry Budiman.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Kantor Sekretariat DPP SWI di Jalan Indramayu No.17, Menteng, Jakarta Pusat, cukup representatif sebagai tempat diskusi untuk meningkatkan kompetensi para wartawan yang sudah bergabung dengan SWI.
Pada Ngopi Bareng itu, selain diskusi tentang hukum pers dengan Kamsul Hasan, para peserta juga mendapatkan pengembangan wawasan tentang media online, yang disampaikan oleh Ketua Dewan Etik SWI Isson Khairul. *iki