Depok, Planetdepok.com – Walikota Depok Mohammad Idris, diduga kuat ikut dalam salah satu kampanye Paslon Nomor 1 Pilkada Depok 2024.
Lantaran itu, Ketua Aliansi Advokat Kota Depok, DR (C) Andi Tatang Supriyadi, S.E., S.H., M.H., CPL., CPM, siap melaporkan dugaan kampanye yang dilakukan Wali Kota Depok Mohammad Idris itu ke Bawaslu.
Ia mengemukakan, Wali Kota Depok Mohammad Idris merupakan pejabat negara berdasarkan Pasal 58 UU ASN, yang berarti ada aturan mengikat terkait kegiatan kampanye.
Tatang jelaskan, pada Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu, mengatur kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan:
1. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
2. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
“Wali Kota Depok ini, tidak bisa sembarangan melakukan kampanye karena harus mengajukan cuti,” tegasnya, dikutip, Rabu (2/10/2024).
Pertanyaannya adalah, sambungnya, apakah Wali Kota Depok Mohammad Idris sudah mengajukan cuti di luar tanggungan negara, sesuai dengan UU Pemilu tersebut.
“Namun di dalam video yang tersebar tersebut, Wali Kota menyampaikan dirinya sedang tidak dinas. Ini jelas jadi pertanyaan. Kan tidak mungkin kalau cuti itu hanya beberapa jam saja,” imbuhnya.
Lebih lanjut Tatang memaparkan, tertuang dalam aturan bahwa bagi bupati/wali kota atau wakil bupati/wakil wali kota, permohonan cuti diajukan kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri.
Permohonan cuti tersebut, diajukan paling lambat 12 hari kerja sebelum pelaksanaan kampanye.
Pelaksanaan cuti, terangnya, dilaksanakan selama 1 hari kerja dalam 1 minggu pada masa kampanye pemilu.
“Ini ada prosesnya, apakah sudah dilakukan? Jika memang sudah cuti, ya tunjukkan surat cutinya,” imbuhnya.
Dalam menjalani cuti untuk kampanye pemilu, lanjutnya, menteri dan kepala daerah juga harus memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Selain itu, untuk melakukan kampanye perlu disesuaikan dengan jangka waktu kampanye pemilu,” katanya.
Tatang juga menyampaikan, dalam Pasal 282 UU Pemilu ditegaskan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
“Pasal 283 UU Pemilu juga mengatur bahwa pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye,” bebernya.
Larangan tersebut, tambahnya, meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
“Dengan demikian, menurut saya, pejabat negara yang tidak melaksanakan cuti dan tidak berstatus sebagai pelaksana atau tim kampanye, tidak diperkenankan berkampanye,” tekannya.
Dengan tegas, Tatang mengatakan berkampanye di luar masa cuti dapat dikategorikan melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu. *Rik