Ekbis  

KPK Soroti Dampak Nyata Defisit Anggaran Provinsi Riau

KPK Soroti Dampak Nyata Defisit Anggaran Provinsi Riau
Rakor Penguatan Sinergi Kolaborasi Pencegahan Korupsi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (19/5), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. (Foto: ist)

Jakarta, Planetdepok.com – Provinsi Riau dihadapkan pada tantangan serius dalam pengelolaan keuangannya, atas kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya.

Defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) hingga Rp132 miliar, menjadi sorotan utama dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Sinergi Kolaborasi Pencegahan Korupsi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (19/5), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Rakor itu menjadi forum penting antara KPK dan seluruh pemerintah daerah se-Provinsi Riau, untuk memperkuat kolaborasi dalam upaya pencegahan korupsi, terutama pada aspek pengawasan, penganggaran, pengadaan, dan pelaksanaan program pemerintah.

Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK Agung Yudha Wibowo, menekankan pentingnya kesamaan pandangan antara eksekutif dan legislatif daerah dalam tata kelola pemerintahan.

Menurutnya, kolaborasi lintas sektor adalah kunci untuk mengelola potensi daerah secara optimal dan bebas dari praktik koruptif.

“Provinsi Riau memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah, untuk mengelolanya tentu diperlukan persamaan persepsi antara pemerintah daerah dan DPRD,” ujarnya.

Hal itu, sambungnya, mengingat tingginya angka tindak pidana korupsi di beberapa daerah menjadi sinyal peringatan, perlu peningkatan kewaspadaan dari seluruh perangkat daerah.

Baca Juga:  BPS Catat Selama 2024 Kota Depok Alami 8 Kali Inflasi

“Dan kegiatan ini, menjadi langkah konkret membangun komitmen bersama dalam pemberantasan korupsi,” tandas Agung.

Melalui sistem Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP), KPK memantau efektivitas tata kelola pemerintah daerah.

Provinsi Riau mencatat skor rata-rata MCSP sebesar 80,66% dari 13 kabupaten/kota, angka yang cukup menggembirakan namun belum sepenuhnya mencerminkan kondisi ideal.

Empat aspek utama masih menjadi pekerjaan rumah, yaitu penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan barang milik daerah (BMD), serta optimalisasi pajak daerah.

Dalam konteks inilah, Agung menyoroti dampak nyata dari defisit anggaran yang kini tengah membayangi Provinsi Riau.

“Dengan defisit yang ada, setiap rupiah anggaran harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Karenanya, kondisi ini berisiko memperburuk penyerapan anggaran dan membuka peluang manipulasi dalam proses penganggaran, sehingga menjadi sangat rawan disusupi praktik-praktik koruptif,” ungkapnya.

Agung juga mengingatkan, agar pemilihan program pembangunan dan pokok-pokok pikiran (pokir) dilakukan secara cermat, berdasarkan kebutuhan masyarakat.

“Program yang tidak tepat sasaran, bukan hanya memperburuk efisiensi, tapi juga menghambat potensi pendapatan asli daerah (PAD),” tegasnya.

Beberapa penyebab defisit diidentifikasi, seperti realisasi pendapatan dari pajak dan deviden yang belum optimal, serta kontribusi participating interest (PI) 10% dari sektor migas yang belum mencapai target.

Baca Juga:  Sertifikasi BMD Terbanyak, KPK Ganjar BPN Depok Piagam Penghargaan

KPK pun meminta para kepala daerah dan organisasi perangkat daerah (OPD) Provinsi Riau, segera mengevaluasi kebijakan fiskal dan pengelolaan aset secara menyeluruh.

Meski skor MCSP cukup tinggi, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 Provinsi Riau justru memperlihatkan kondisi sebaliknya.

Dengan capaian hanya 62,83, Provinsi Riau berada dalam kategori “rentan”, bahkan menurun hampir 6 poin dari tahun sebelumnya.

Agung menegaskan, integritas harus menjadi fondasi bagi perbaikan tata kelola daerah. Ia juga mendorong penguatan peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dan optimalisasi fungsi Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk mendukung kebijakan fiskal yang lebih inklusif dan berkeadilan.

“BPD harus menjadi instrumen pembangunan yang berpihak pada masyarakat, bukan alat untuk memperbesar ketimpangan. Karena itu, pengawasan dan komitmen integritas sangat dibutuhkan,” pungkas Agung.

Sektor lain yang turut menjadi sorotan adalah, pengelolaan hibah vertikal dan pajak dari sektor sumber daya alam (SDA). KPK mengingatkan, perlunya pengawasan berkala untuk mencegah penyalahgunaan anggaran, khususnya di badan usaha milik daerah (BUMD), sektor pajak, dan SDA.

Baca Juga:  Ketua Komisi C Hengky Minta Dalami Kajian Teknis & Legalitas Lahan Sebelum Bangun SMPN 35 Depok

Menanggapi sorotan dari KPK, Gubernur Riau Abdul Wahid, menyambut baik kegiatan tersebut sebagai momentum penting, dalam membangun kesadaran kolektif akan pentingnya integritas dan pencegahan korupsi di lingkungan pemerintah daerah.

“Kolaborasi ini, penting untuk mempercepat reformasi birokrasi dan memperkuat transparansi fiskal. Defisit anggaran yang kami alami, salah satunya bersumber dari hibah provinsi kepada aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga. Ini menjadi perhatian bersama, untuk terus meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas anggaran,” bebernya.

Ia pun menegaskan komitmennya, untuk melakukan pembenahan menyeluruh pada tata kelola pemerintahan di Riau.

“Mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, hingga pelaporan pembangunan, agar pembangunan daerah berjalan lebih terarah, efisien, dan bebas dari penyimpangan,” utasnya. (ick)

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: planetdepok.com@gmail.com Terima kasih.