Berwarna Oranye & Ada Foto, Anggota DPRD Depok Ikravany Menduga KDS Kepentingan Salah Satu Partai

Anggota DPRD Kota Depok Fraksi PDIP Ikravany Hilman. (foto: riki)

Anggota DPRD Kota Depok Fraksi PDIP Ikravany Hilman. (foto: riki)
GDC, PLANETDEPOK.COM – Interupsi Anggota DPRD Kota Depok Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) Ikravany Hilman, dalam rapat paripurna Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Walikota Depok Tahun Anggaran 2021 dan Penyampaian 6 Raperda tahun 2022, menjadi sorotan insan pers, yang menghadiri rapat tersebut, yang digelar secara offline terbatas, di ruang sidang DPRD Depok, Kamis, (31/3/2022).

Usai rapat tersebut, Ikra, diluar ruang rapat kontan diserbu beragam pertanyaan para wartawan, terkait apa yang disampaikan dalam interupsinya saat rapat paripurna tersebut.

Pada kesempatan itu, terkait dugaan Kartu Depok Sejahtera (KDS), yang menjadi sebuah alat kepentingan salah satu Partai Politik, Ketua Fraksi PDIP DPRD Depok itu mengungkapkan, bahwa Komisi D telah memanggil dinas yang bersangkutan, tapi tidak ada yang bisa jelaskan.

“Misalnya ditanyakan, ini pakai data siapa, kalau DTKS, pakai DTKS siapa, karena DTKS Kemensos itu jumlahnya 1 koma juta sekian, jaraknya jauh sekali dengan yang dimiliki Pemkot Depok,” tuturnya.

Awalnya, kata dia, KDS oleh Idris – Imam adalah 1 kartu yang di klaim untuk 7 manfaat, ternyata tidak, malah dikeluarkan dan dibagi lagi kartunya sesuai satu manfaat.

“Misal ada penerima bantuan pangan Lansia dalam satu kartu itu, dia belum tentu sebagai penerima bantuan kesehatan. Kalau begitu buat apa dibikin kartu itu, karena 6 dari 7 manfaat kartu itu adalah program lama, yang sudah berjalan walaupun tanpa kartu. Terus, cetak kartu itu buat apa, kan pakai duit masyarakat cetaknya,” lanjutnya.

Soal berikutnya, papar Ikra, adalah yang sangat politis dan etis. Dari mulai pengumuman perekrutan orang koordinator Kelurahan untuk lakukan verifikasi calon penerima KDS, sampe ke kartunya itu warnanya oranye. Sontak dia menanyakan sejak kapan poster-poster Pemkot Depok identik warnanya orange dan di KDS tiap manfaat itu, ada fotonya.

“Saya bandingkan dengan Kartu Indonesia Sehat, walau merupakan benar – benar janji kampanye Jokowi, tapi warnanya bukan merah malah warna hijau dan tidak ada foto Jokowi. KDS ini padahal bukan janji kampanye, tidak tercantum ada dalam 10 janji kampanye,” tekannya.

Karena KIS ini program Nasional yang dipecahkan bersama dengan DPR RI, tandasnya, maka sama dengan KDS juga yang dipecahkan bersama dengan DPRD Depok.

“Memang bisa Pemkot Depok jadikan program itu kalau tidak ada DPRD?, jangan sampai ini program jadi untuk partai tertentu,” ulasnya.

Lebih jauh dia menyampaikan, hasil dari investigasi, dari 63 Koordinator Lapangan, ditemukan 17 orang terafiliasi dengan satu partai, bisa jadi lebih dari 17 orang yang berafiliasi dengan salah satu Partai.

Ada mekanisme yang tidak jelas juga soal perekrutan, ucapnya, masa ada perekrutan syaratnya diskriminatif orangnya tidak merokok, biar saja orang merokok, kecuali syaratnya ada larangan saat kerja tidak boleh merokok, itu boleh saja.

“Saya bisa bilang, KDS ini alat kepentigan satu golongan partai saja. Kalau mau dibantah bikin rapatnya, saya ngajuin fakta dan teman- teman yang merasa, bisa bantah dengan fakta yang menunjukkan itu tidak, tapi karena tidak dibikin rapatnya, jadi berkembang liar sementara faktanya terus berkembang,” imbuhnya.

Satu lagi, tekannya, sekarang KDS untuk program bantuan beasiswa pendidikan, yang dikasih adalah anak SMA, yang sebenarnya sebelum ada program KDS, beasiswa itu sudah ada.

Persoalannya adalah, tukas Ikra, kewenangan Depok hanya untuk SMP ke bawah, SMA itu kewenangan Provinsi. Dia mencontohkan dulu saat Ketua DPRD Depok Hendrik Tangke Allo, ada gedung madrasah yang mau diperbaiki tapi ditolak Pemkot, lantaran dibilang itu kewenangan Kementerian Agama, tapi giliran KDS, yang ada fotonya dan berwarna oranye, di kasih ke anak SMA. Padahal, angka anak SMP cukup banyak yang putus sekolah.

Logisnya, tambah dia, harusnya diselesaikan dulu SMP, jangan sampai anak SMP putus sekolah, karena masih signifikan anak putus sekolah SMP, harusnya beasiswa dikasih kesitu.

“Tapi kita kan tidak bodoh, kenapa diberikan ke anak SMA bukan SMP, sederhana saja, karena SMP belum memilih pada Pemilu tahun 2024. Kalau mau dibantah ya dalam rapat, kecuali anak SMP udah beres beasiswanya, baru diberikan ke SMA yang jadi kewenangan Provinsi,” pungkasnya. *iki

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: planetdepok.com@gmail.com Terima kasih.